Jakarta – Persada Post | Wacana pemerintah akan mengurangi jumlah bandara internasional mendapat kritikan dan protes dari beberapa pihak., Dan, dari 30 bandara di Indonesia yang punya status sebagai bandara internasional, salah satunya adalah BIM (Bandara Internasional Minangkabau) di Kabupaten Padang Pariaman, Provinsi Sumatera Barat, juga diterpa wacana tersebut.
Salah satu kritikan yang menanggapi wacana itu datang dari H. Armawi Koto, Ketua Umum DPN FKMPI (Dewan Pimpinan Nasional Forum Komunikasi Masyarakat Piaman Indonesia). Ia menyayangkan sekaligus menyesalkan, jika BIM benar-benar berubah status.
“FKMPI sebagai wadah komunikasi masyarakat Minang Piaman, mendengar kicauan burung terbang mengenai BIM akan beralih posisi. Tentunya, semua agak tersentak apabila hal itu benar-benar terjadi,” ujar H. Armawi Koto, Selasa (14/2/2023) di Jakarta.
Lebih lanjut Ketum DPN FKMPI mengungkapkan alasannya agar status BIM tidak dirubah, yaitu diantaranya; 1). BIM adalah salah-satu kebanggaan Masyarakat Minang dan 2). BIM sangat berpengaruh pada perkembangan ekonomi pariwisata Sumbar (Sumatera Barat).
Ia juga menjelaskan, bahwa ada tujuan dan cita-cita besar ketika sebelum bandara di Sumbar berubah menjadi bandara internasional. Dimana, akses internasional terbuka bebas dari dan ke Sumbar; pintu masuk berbagai akses sosial dan ekonomi, dengan harapan terwujudnya kemajuan ekonomi banyak sektor, selain pariwisata.
“FKMPI menghimbau pada elemen terkait, agar bersatu padu memberikan dukungan pada Pemerintah Sumbar dan pusat. Mari kita bahu-membahu menampakkan rasa peduli kita terhadap kampung halaman,” ujar Armawi Koto.
“FKMPI sangat mengharapkan pada elemen masyarakat Sumbar, agar memberi spot/ ruang pada Pemerintah Sumbar untuk bisa mempertahankan BIM dan menangkal wacana yang berkembang tersebut,” tegasnya.
Kritikan Armawi Koto tersebut menunjukkan, bahwa masyarakat Minang, baik yang di rantau maupun di ranah (kampung halaman) tentunya akan tertampar apabila BIM berubah status. Karena, kebanggan itu akan hilang direnggut dengan keras, ketika bandara di Minangkabau bukan lagi berstatus internasional. (Rico AU Dato Panglima)