Dalam dokumen itu, Azwar Anas dengan tegas mengatakan, bahwa tidak ada Raja Alam Pagaruyung, yang ada hanya kerajaan dengan nama lengkap: Kerajaan Alam Melayu Minangkabau, dengan ‘Rajo Tigo Selonya’, yakni: Rajo Ibadat di Buo Pangian, Rajo Ibadat di Sumpur Kudus dan Rajo Alam beristana di Kampung Dalam Gudam Pagaruyung.
Pagaruyung – Persada Post | Redaksi Persada Post, baru-baru ini memperoleh dokumen penting yang berasal dari catatan-catatan Almarhum Letnan Jenderal TNI (P) Ir. Azwar Anas. Dokumen tersebut salah satunya berisikan tentang sejarah dan keberadaan Istano Silinduang Bulan di Pagaruyung, Batu Sangkar, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat.
Ketika dilakukan chek and richek dari nara sumber, terkait dokumen tersebut, hasilnya dapat dikatakan cukup valid soal kebenarannya, hingga berita ini ditayangkan.
Azwar Anas, pada dokumen itu bernama lengkap: Dato Seri Utama Letjen TNI (Purn) Ir. Haji Azwar Anas Datuak Rajo Suleman,SPNS (Waris Kanan Daulat Yang Dipertuan Sakti Tuanku Sultan Raja Alam Bagagharsyah Johan Berdaulat Fil Alam).
Terdapat beberapa peristiwa dan fakta serta pengakuan Azwar Anas dalam dokumen tersebut, diantaranya: Ia kaget, bahwa masih adanya yang mengaku sebagai Daulat Yang Dipertuan Raja Alam Pagaruyung.
Sementara, faktanya; menurut Azwar Anas, sejak mangkatnya Raja Alam Alam terakhir dalam pengasingan, yaitu: Yang Dipertuan Sakti Tuanku Sultan Sultan Raja Alam Bagagharsyah Johan Berdaulat Tahun 1849 M, almarhum tidak pernah menunjuk putera mahkota selaku pewaris raja, maupun siapa saja selaku pemangku raja yang disepakati oleh dewan maupun lembaga yang berwenang menurut Adat Raja Alam Melayu Minangkabau.
Dalam dokumen itu, Azwar Anas dengan tegas mengatakan, bahwa tidak ada Raja Alam Pagaruyung, yang ada hanya kerajaan dengan nama lengkap: Kerajaan Alam Melayu Minangkabau, dengan ‘Rajo Tigo Selonya’, yakni: Rajo Ibadat di Buo Pangian, Rajo Ibadat di Sumpur Kudus dan Rajo Alam beristana di Kampung Dalam Gudam Pagaruyung. Dan, istana Raja Alam tersebut terbakar di masa huru-hara Tahun 1804 M dan pada Tahun 19765 dibangun kembali oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Sumatera Barat, sebagai pengganti dengan tapak yang baru, tepatnya di Padang Siminyak Pagaruyung.
Maka, tulis Azwar Anas, bahwa dirinya tidak pernah menghalangi siapapun menjadi Raja Alam Pagaruyung, yang selama ini dibesar-besarkan. Sebab, itupun (menjadi raja) hanya patut dilakukan, bila yang bersangkutan (mengangkat diri sebagai Raja Alam Pagaruyung) benar-benar berhak selaku penyandang martabat Daulat Yang Dipertuan Raja Alam Minangkabau di Paguruyung.
Tentunya, dengan syarat memenuhi dan menjalankan adat istiadat nobat yang lazim, bukan hanya sambil-sambilan ‘meracak di ateh kudo’, sambil menyelam minum air, ‘pilin jariang nak barisi, pilin kacang nak mamanjek’.
Penamaan Istano Silinduang Bulan
“Maka oleh pihak kerabat keluarga besar keturunan Raja Hitam Sultan Raja Alam Bagagharsyah bersepakat pula membangun kembali sebuah Rumah Gadang di Tapak Istana Hinggap Raja Adat bekas Kediaman Tuan Gadih Dismah yang terbakar Tahun 1964, sebagai tempat berkumpul dan berhimpun dalam kebersamaan dan kekeluargaan bagi Kerabat Besar Sultan Raja Alam Bagagharsyah Johan Berdaulat Raja Alam Melayu Minangkabau terakhir,” tulis Azwar Anas, dalam dokumennya.
“Sepakat pula memberi nama rumah gadang tersebut; Silinduang Bulan. Pembiayaan pembangunan Rumah Gadang tersebut didukung sepenuhnya oleh kami (Azwar Anas) berdua dengan Dato’ Sutan Aminuzal Amin Datuk Rajo Batuah,” imbuhnya.
Alasannya membiayai pembangunan itu, sebut Azwar Anas, “Keterlibatan kami disini (membangun Istano Silinduang Bulan) sesuai pula dengan pesan wasiat Ayahanda kami Sutan Anas bin Abdul Malik Sutan Masa Bumi, untuk menghimpun keluarga besar tersebut, bila kesempatan mengizinkan. Mustahil Ayahanda kami berwasiat jika tak ada hubungan keluarga kami dengan Rumah Gadang Istana di Balai Janggo (Dirubah dengan nama Istano Silinduang Bulan) tersebut”.
Sempat Konfirmasi Raudha Tahib: Dibatalkan!
Redaksi Persada Post sempat melakukan konfirmasi kepada Prof. Dr. Ir. Raudha Thaib, M.P, yang bernama lengkap Puti Reno Raudhatul Jannah Thaib atau dikenal pula dengan nama pena Upita Agustine, (lahir 31 Agustus 1947), adalah seorang sastrawati, budayawati, dan akademisi asal Indonesia serta ahli waris Kerajaan Pagaruyung (Dikutip dari wikipedia.org), Kamis (20/7/2023) melalui chat WhatsApp-nya, dari mulai pukul 08.27 hingga 16.09 WIB.
Awalnya, Raudha Thaib memberikan jawaban dari beberapa konfirmasi Persada Post (sempat diarsipkan), terkait dengan keterangan-keterangan Azwar Anas, dalam dokumennya itu. Namun, ketika didesak dengan pertanyaan; Apakah Kaum Silinduang Bulan (Pengakuan Raudha Taib dan yang menguasai Istano Silinduang saat ini) ada hubungannya dengan Sultan Alam Bagagharsyah atau raja-raja sebelumnya?.
Tiba-tiba setelah itu, Raudha Thaib mengirim pesan kepada Persada Post, “Mohon maaf, saya batalkan wawancara ini, karena bukan kewenangan saya mengkonfirmasi keterangan Azwar Anas”.
Kontroversi Raja Asli – Palsu di Minangkabau
Dalam beberapa waktu terakhir ini, memang adanya pihak-pihak yang mengaku dan malah mendaulatkan dirinya sebagai Raja Alam Pagaruyung. Dan, yang terakhir, sebagaimana pantau Redaksi Persada Post, ada juga yang telah memverifikasi dirinya sebagai Generasi V Sultan Alam Bagagharsyah Raja Alam Pagaruyung.
Namun, status-status dan pengakuan itu, masih dianggap kontroversial dan perdebatan pihak-pihak yang berkepentingan di Minangkabau, terutama bagi sebagian kaum-kaum dan kerabat kerajaan yang masih hidup dan aktif dalam soal adat.
Maka, dokumen Azwar Anas, sedikit banyaknya dapat menguak dan memberikan penegasan yang lugas tentang Raja Alam Pagaruyung dan Kerajaan Alam Melayu Minangkabau. (Red PP)