Pulo Lasman Simanjuntak. (Foto: Istimewa)

Jakarta – Persada Post |  Kasus Pulau Rempang yang ‘bertetangga’ dengan Kepulauan Batam, sampai hari ini masih terus berkelanjutan. Bahkan tangisannya sampai juga kebatiniah dan rohaniah seorang pujangga tua, Pulo Lasman Simanjuntak (62 tahun).

 

Maka, pada hari ini-pensyair lansia yang telah menerbitkan tujuh buku antologi puisi tunggal itu  mencoba ‘memotret’ kasus Pulau Rempang dari sudut pandang kata, diksi, dan majas yang terangkai dengan air mata kesedihan.

 

Dari jarak ribuan kilometer, ditulisnya sebuah puisi berjudul: Tangisku Untuk Pulau Rempang. Sambil menitikkan air mata, jadi sebuah aliran-aliran sungai yang tak lagi dapat bermuara ke lautan bebas.

 

Lantaran digusur lalu dibendung penderitaan turun temurun. Di tanah Kerajaan Melayu; karena nenek moyangku orang pelaut.

 

Hanya dengan persembahan puisi itu pula,  Penyair Pulo Lasman Simanjuntak yang karya puisinya telah menembus beberapa negara ASEAN, ingin merangkai bunga-bunga kemiskinan dan kemelaratan.

 

Baunya harum kegetiran sampai ke cakrawala yang makin menghitam. Berikut kita baca karya puisinya di bawah ini:


Puisi : Pulo Lasman Simanjuntak (Penyair dari Kota Jakarta)

 

Tangisku Untuk Pulau Rempang

 

Tangisku untuk Pulau Rempang

Dulu hidup damai dengan bertani, berkebun, dan melaut

Di atas hamparan lahan

Ribuan hektare

Kini terhempas keji dan kejam

Tak bisa dibendung

Senjata dan gas air mata

 

Tangisku untuk Pulau Rempang

Mengalir amat deras

Dari wajah ibu dan anak di tanah Adat Melayu

Tergusur dari hunian yang dibangun di atas hamparan samudera raya

Menjelma jadi pabrik kaca

Tajam dan berdarah

 

Jeritan kesakitannya

Karena telah kehilangan rumah, masa depan, dan tanah air sendiri

Sampai juga

Ke pintu istana emas dan gudang-gudang persenjataan

 

Membawa duka kemiskinan

Serta tipuan triliunan rupiah

Mulut-mulut berapi

Investor omong kosong

Dengan gigi kekerasan

Mengigit rakus matahari

Bahkan mereka hanya mau menawarkan semangkuk sup-

Racun tumbuhan

 

Lihatlah,

Nelayan tak mampu lagi

Berenang dengan kail dan ikan

Sebab lautan telah berubah

Jadi ratusan Dajal

MENYELAM liar

Membawa tangisan histeris untuk penduduk pulau rempang

 

Ini duka kita semua

Berakhir dengan kepiluan

Kesedihan di tanah kuburan kematian yang dipaksakan

 

Memanjang sampai akhir

Kehidupan kehilangan mata pencaharian

Dalam penderitaan

Ujian iman dan doa syafaat

Harus segera dilayangkan

Sangat keras

Sekeras batu karang

 

Walaupun berakhir bentrok

Membara

Kaki-kaki yang muntah

Rambut panjang yang pecah

Tak lagi menerbitkan seberkas cahaya

Airmata putus asa


Jakarta, Kamis (28/9/2023)

Please follow and like us:

By Redaksi

Social media & sharing icons powered by UltimatelySocial