Jakarta – Persada Post | H. Yobana Samial, SH, M. Kn, Ketua DPW PKD DKI Jakarta kembali mengeluarkan pemikiran bernasnya. Ia sedih melihat kondisi mesjid/ surau di ranah Minang, khususnya di kampung halamannya sendiri; Piaman (Kota Pariaman dan Kab. Padang Pariaman), yang saat ini sepi dari jama’ah terutama pada shalat shubuh.
“Shalat shubuh hanya diikuti satu, dua, tiga jama’ah dan malahan ada mesjid/surau imam shalat saja yang ada. Lebih miris lagi, ada surau tidak melaksanakan shalat Shubuh Berjama’ah, karena tidak ada imamnya. Ini harus menjadi perhatian kita semua (pemerintah daerah dan masyarakat), apakah yang menjadi akar permasalahan dan bagaimana solusinya,” ungkap Yobana Samial, Sabtu (5/11/2022) di Jakarta.
“Sebenarnya, usaha untuk itu sudah ada, antara lain himbauan para ulama, agar ke mesjid/ surau; Pemda (Pemerintah Daerah) menjadikan ASN (Aparatur Sipil Negara) sebagai ujung tombak meramaikan mesjid, dan masyarakat memberikan sarapan pagi dan konsep lainnya, sepertinya tak digubris; seandainya pun berjalan, hanya insidentil,” imbuhnya.
“Malahan, saya dengan organisasi selaku Ketua Umum Gerakan Pelopor Shalat Shubuh Berjama’ah Anak Indonesia Cerdas (GPSSBAIC), pernah mengajak anak-anak shalat ke mesjid dan siapa yang banyak shalat subuhnya diberi hadiah, seperti; sepeda Lap Top, BMX dan lainnya) yang disediakan oleh pelopor (pemberi hadiah awal dan turut penyumbang berikutnya) dan membuat puluhan pilot project di Pariaman dan Kabupaten Padang Pariaman serta Medan. Namun gagal, karena kelanjutan pendanaan yang diharapkan dari masyarakat mesjid/ surau dan kotak amal khusus yang harus diisi oleh anak-anak/ jama’ah mesjid pada setiap pagi tidak berjalan. Akhirnya pilot project ini gagal juga,” bebernya.
“Sebenarnya program ini bagus, namun pengurus mesjid dan tokoh sekitar mesjid tidak serius dan tidak peduli, entahlah apa yang ada dipikirannya. Mereka mungkin juga harus diberi hadiah dan tidak mau memobilisasi pendanaan. Mungkin, pengurus mesjid yang dijadikan pilot proyek tidak tepat. Kuncinya disini keseriusan (sabar dan ikhlas) pengurus mesjid dan jama’ahnya. Insyaa Allah program ini berhasil. Bahwa, kepedulian ini salah satu pintu menuju surga,” tegasnya.
Solusinya?
Menyikapi masalah itu, Yobana Samial berpendapat; agar meramaikan Shalat Shubuh lebih dari pada shalat Jum’at. Setidak – tidaknya, shalat shubuh lebih ramai dari biasanya.
Katanya, diperlukan kiat strategis yang merupakan solusi dari permasalahan dakhwah, dimana Pemda membuat kebijakan, cukup dengan peraturan bupati/ peraturan wali kota, yaitu menjadikan shalat shubuh berjama’ah sebagai muatan pendidikan agama di sekolah, dengan aturan sebagai berikut : 1). Siswa SD/ sederajad, SMP/ sederajad dan SMK/ sederajad harus melaksanakan shalat shubuh berjama’ah di mesjid/ surau/ sejenisnya kehadiran minimal 80% per-semester, 2). Siswa dimaksud di atas harus didampingi orang tua/ keluarga mereka di mesjid/ surau/ sejenis kehadiran minimal 50%.
Lalu, 3). Apabila persentasi kehadiran sebagaimana dimaksud angka (1) dan/ atau (2) kurang, maka pelajaran agamanya merah pada semester 1; dan apabila persentasi angka (1) kurang pada semester 2, maka tidak naik kelas (perlu sangsi lain yang akomodatif).
“Tentu, kebijakan ini akan pro dan kontra termasuk masalah pelaksanaannya, pengawasan dan dana. Pelaksananya adalah wali kelas masing – masing sekolah yang melihat catatan kehadiran siswa dan orang tua. Pengawas dapat dengan membuat Team Khusus untuk itu. Masalah pendanaan tidak akan menganggu APBD daerah. Pendanaan antara lain untuk pengadaan buku admin kehadiran siswa di waktu shubuh itu di mesjid. Wali Kelas sebagai pelaksana dan tim khusus sebagai pengawas dapat diberikan dana insentif per – semester. Bukankah ada dana dari BAZ (Badan Amil Zakat) daerah,” tutur Yobana Samial.
“Mungkin ada pertanyaan lain, seperti apakah sesuai dengan philosofi pendidikan? Apakah tidak bertentangan dengan hukum nasional (HAM)?. Sebenarnya, bahwa program ini sesuai dengan program nasional, yaitu berkharakter. Pendidikan Berkharakter adalah pendidikan antara teori dan praktek itu harus sejalan. Bukankah teori shalat shubuh di dapat di sekolah dan praktek di mesjid/ sejenisnya? Berarti, program ini mendukung pendidikan nasional. Termasuk, tidak ada pelanggaran hukum nasional (HAM). Malahan mendukung ke arifan lokal yang telah menjadi hukum nasional yaitu Adat Basandikan Syara’, Syara’ Basandikan Kitabullah. Permasalahannya, mau apa tidaknya lagi Kepala Daerah membuat kebijakannya,” tegasnya.
“Program ini diyakini, bahwa shalat shubuh berjama’ah lebih ramai dari shalat jum’at, karena dihadiri siswa tanpa kecuali, orang tua dan termasuk ibu-ibu yang turut berpatisipasi menyediakan makanan dan minuman kecil pada pagi hari,” ujarnya.
Agar Program Berjalan: Yobana Samial Bupati?
Persada Post mengamati, cukup banyak ide brilian yang muncul dari pikiran Yobana Samial. Ia adalah seorang Tokoh Perantau Piaman dan saat ini terlibat dibanyak organisasi Piaman, salah satunya sebagai Ketua DPW PKDP DKI Jakarta.
Melihat kondisi kekinian dan kontak komunikasi ide antara Yobana Samial dan Bupati Padang Pariaman (Suhatri Bur), tampaknya program yang ia tawarkan kecil kemungkinan akan dilaksanakan, atau mungkin saja komunikasi program itu belum terjalin sebagaimana mestinya.
Persada Post berpendapat objektif, bahwa jika Yobana Samial benar – benar ingin programnya itu berjalan sesuai harapan, maka iapun harus berikhtiar untuk menjadi Bupati Padang Pariaman. Sehingga, tidak perlu menumpangkan harapan, yang terkadang kondisi politis masih mempengaruhinya. (Rico Adi Utama Dato Panglima)