Bank Nagari Cabang Melawai, Kota Jakarta Selatan. Tepatnya disamping Blok M Square. Dipotret baru-baru ini. (Foto: Dok. Persada Post)

ENTAH apa yang merasuki jiwa manajemen (para direksi) Bank Nagari. Ketika diajak berkomunikasi se-intim mungkin (serasa bersaudara), mereka menghalau dengan jarak emosinal yang makin hari makin jauh.

 

Saya masih teringat, begitu harmonisnya hubungan/ komunikasi dengan Mardiah, saat menjabat Kepala Divisi Sekper (Sekretariat Perusahaan) PT. Bank Nagari. Lantai III Bank Nagari, seakan sudah menjadi posko saya, setidaknya 3 kali dalam sebulannya, bertandang dan sekadar diskusi basa-basi dengan ‘Uni’ (kakak) Mardiah.

 

Kini Uni Mardiah sudah menjadi pengacara. Bersama sang suami, satu kantor, tidak jauh dari dari Kantor Bank Nagari Cabang Utama/ pusat.

 

Suatu kali pernah bertemu Uni Mardiah disana, kami seperti biasa, diskusi basa-basi dan sedikit menyinggung Bank Nagari yang sudah ia tinggalkan, karena masuknya masa paripurna/ pensiun.

 

Kabarnya, pengganti Mardiah setelah ia paripurna bernama Uda Idrianis. Sempat beberapa kali komunikasi, namun sekarang tidak lagi. Mungkin dirinya lebih ingin berfokus mengurus para bos (direksi) di Lantai II Bank Nagari, yang persis letaknya di Jl. Pemuda No.21, Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat.

 

Sekper Bank Nagari itu seperti ruh. Disanalah terletak bagian humas dan legal officer-nya Bank Nagari. Jika ruh bermasalah, maka jiwa dan jasmani akan menjadi sakit. Di masa Uni Mardiah lah ruh Bank Nagari ber-angin sepoi-sepoi dan sedikit menina-bobokkan para mitra; LSM, Pers, Ormas dan lain-lainnya.

 

Karena Uni Mardiah cukup pandai. Sebagai perempuan, suaranya lembut. Tetapi, yang tidak kalah pentingnya, ia pandai pula berkomunikasi dengan sesama (mitra).

 

Sentuhannya tepat dihati, ya sebagaimana jiwa keibuan, yang menyentuh jiwa anak-anaknya yang terkadang nakal dan mengjengkelkan. Tetapi Uni Mardiah memang pandai, dan berpandai-pandai. Termasuk saya juga yang banyak legowo, kalau sudah berurusan dengannya.

 

Tapi sekarang suasana itu tidak ada lagi di Sekper. Bank Nagari serasa gersang dan kerontang. Malah saya sendiri ditantang membuat berita sebanyak-banyaknya soal Bank Nagari, kalau bahasa Minangnya ‘Cubolah dek e, bara talok e’ (Indonesia; cobalah olehnya, berapa kuatnya dia). Itu valid, disampaikan oleh salah seorang wartawan berusia kawakan di Kota Padang, kepada saya.

 

Untuk diketahui, Bank Nagari itu milik rakyat Sumbar (Sumatera Barat). Saham-saham Bank Nagari dominan berasal dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) masing-masing pemerintah kabupaten/ kota di Sumbar, terutama Pemerintah Provinsi Sumbar, dengan metode penyertaan modal alias investasi. Itu artinya uang rakyatlah, yang menghidupkan putaran bisnis Bank Nagari, termasuk simpan pinjamnya dalam berbinis dengan nasabah.

 

Maka, dari investasi itu, pada RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) Bank Nagari akan berbagi cuan, salah satunya dalam bentuk deviden; berbagi sesuai nilai investasi atau modal. Kabarnya juga ada metode lainnya; bonus, dan lain-lain pula.

 

Itulah sebabnya, Bank Nagari disebut sebagai asset daerah Sumbar. Nilainya jika diuangkan sangatlah besar dan bisa memakmurkan rakyat Sumbar secara besar pula. Tetapi, apakah rakyat Sumbar mengecap keuntungan dari Bank Nagari, entahlah; hingga saat ini tidak ada release soal itu.

 

Sebesar itu potensi dari Bank Nagari, tentu wajar harus diawasi dan dijaga dengan sangat ketat. Jika tidak, mungkin saja ada saja perampok-perampok ulung berdasi, yang akan mengambil cuan (uang), demi menguntungkan dirinya pribadi. Bisa saja.

 

Beberapa waktu terakhir ini, saya sangat intensif memberitakan Bank Nagari. Kebanyakan social control. Tapi, bagi mereka yang risih, disebut sebagai berita negatif. Bagi yang takut, mereka sebut hoax atau berita abal-abal. Banyaklah  penyebutan negatif mereka. Yang jelas, berita saya sesuai dengan kaedah Undang-Undang Pokok Pers dan KEJ (Kode Etik Jurnalistik).

 

Tapi, saya tetap semangat saja menulis tentang Bank Nagari. Ya, yang namanya profesi (Jurnalis) tentu kegiatanya tulis menulis. Kalau tidak menulis dan Cuma Omdo (Omong Doang), ya bukan jurnalis namanya, kalau di Minang itu namanya ‘Tukang Ota’ (Indonesia: bicara besar, tidak berisi).

 

Kali ini saya sebagai Pemimpin Redaksi Persada Post sudah pula sampai ke Jakarta. Memastikan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) mengkonfirmasi beberapa dugaan pelanggaran hukum yang terjadi pada Bank Nagari, diantaranya; Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), konon kata LSM KOAD ada pula dugaan Tipi Bank (Tindak Pidana Bank).

 

Entah bagaimana nanti nasib asset berharga Sumbar ini (Bank Nagari). Sebab, saya juga sudah coba berkomunikasi dengan Ketua Komisi III DPRD Sumbar, yang membidangi keuangan dan sebagai mitra Bank Nagari. Tetapi dirinya (Ketua Komisi III) pasang sikap diam saja, sunyi dan seakan tak mampu berucap apa-apa.

 

Lalu, bagaimana pula senior-senior Pers di Sumbar. Kenapa sunyi senyap pula. Seakan tidak terjadi apa-apa, ketika jari jemari saya sudah semakin membengkak disaat ketak-ketik berita Bank Nagari.

 

Lalu, atau sudah banyak yang melakukan kerjasama pariwara, society atau advertorial dengan Bank Nagari?,  biasanya kalau sudah, maka tidak boleh buat berita yang menyudutkan Bank Nagari, apalagi menyakitkan hati para bos yang di Lantai II (direksi).

 

Kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi?, apakah Bank Nagari akan dibiarkan saja makin runyam, hingga kerajaan itu (Bank Nagari) runtuh dan tinggallah sisa-sisa puing, yang akan dikenang oleh generasi akan datang (Anak Nagari Minangkabau); bahwa, dulu di Sumbar pernah punya bank yang hebat, namanya Bank Nagari. (*)

 

*). Penulis: Rico AU Dato Panglima

Please follow and like us:

By Redaksi

Social media & sharing icons powered by UltimatelySocial