DARI beberapa rangkaian berita Persada Post terkait polemik di Kabupaten Solok akhir-akhir ini, ternyata memunculkan dua nama populer, yang dapat disebut sebagai ‘2D’.
Akronim 2D tersebut adalah Dodi Hendra dan Dendi. Keduanya berasal dari partai yang berbeda, yaitu Dodi Hendra dari Partai Gerindra dan Dendi dari PPP.
Teranyar, Dendi telah mengeluarkan ultimatum untuk Epyardi Asda, Bupati Solok yang sedang bertahta saat ini. Ia mengatakan, bahwa kekuatan 7 fraksi di DPRD Solok, dari 8 fraksi yang ada, akan menggunakan hak interpelasi dan hak angket. Yakni, langkah itu untuk memberi peringatan keras kepada Epyardi Asda atas kebijakan-kebijakanya yang berdampak luas dan ia katakan telah meresahkan warga Solok.
Lain halnya dengan Dodi Hendra, kisahnya diawali dengan nasib yang ‘tragis’. Dimana, baru saja menjabat Ketua DPRD Solok, ia berusaha dijatuhkan oleh beberapa rekan seperjuangannya di Gedung Parlemen Solok tersebut. Tetapi, usaha ‘jahat’ itu kandas dan hingga saat ini Dodi masih menjabat sebagai orang Nomor 3 di Solok; Ketua DPRD.
Tidak sampai disitu saja, DH (sapaan akrab Dodi Hendra), beberapa fasilitas pendukung ia sebagai Ketua DPRD malah ‘diamputasi’ oleh ‘manajemen kekuasaan’. Ia sampai saat ini pula, belum menikmati seutuhnya rumah jabatan/ rumah dinas Ketua DPRD Solok dan beberapa fasilitas lainnya lagi.
Tetapi DH tetap santai dan menerima saja. Walaupun, beberapa jejak digital tetap adanya perlawanan kecil dari DH, untuk menyatakan protes dan manuver politiknya melawan ‘kekuasaan’ didaerah itu.
2D adalah dua sosok dan saat ini menjadi simbol perlawanan terhadap Epyardi Asda, seakan-akan ada teriakan #FreeSolok. Konon kabarnya, ultimatum Dendi tidak main-main. Menurut informasi yang diperoleh penulis, bahwa Kamis besok, tepatnya tanggal 28 Desember 2023, akan terjadi sebuah gerakan yang telah disusun sedemikian rupa; katanya ada demo, ada aksi atau sebuah ledakan massa yang memprotes kepemimpinan dan kebijakan Epyardi Asda.
Terlepas dari kekuatan 2D, yang terkesan ingin membebaskan Solok/ #FreeSolok dari tangan kekuasaan saat ini di Solok, penulis tetap melihat sisi positif dari seorang Epyardi Asda.
Epyardi termasuk pemimpin yang unik. Tidak semua kepala daerah di Sumbar, yang setegas dan se-kontroversi Epyardi. Karakter politisi PAN yang satu ini memang sedikit terkesan keras, sehingga hal ini menyadarkan kita, utamanya warga Solok, bahwa untuk bangkit itu memang perlu sedikit ‘cambukan’, karna jika hanya terlena dengan ‘nina bobok’, kita akan terlelap dan hanyut dengan kenyamanan.
Hikmahnya, Epyardi Asda secara tidak langsung ‘membangunkan’ semangat juang politisi di Kabupaten Solok. Soliditas 7 fraksi, yang saat ini sedang digaungkan, itu adalah jasa dari Epyardi Asda, atas kesan sikap ‘frontal’nya dalam memimpin Solok. Maka, seyogiyanya; perbedaan pandangan dan sikap politik ini, perlu pula dinikmati dan dijadikan momentum persatuan didaerah itu. Maka, berterima kasih-lah kepada Epyardi Asda, sang kapten kapal yang lincah. (*)
*). Tajuk Rencana, oleh: Rico Adi Utama | Dato’ Panglima (Pemimpin Redaksi Persada Post)