Kasus Dugaan Pemerasan Direksi PT. WPLI: Contoh ‘Ajaran’ Sesat LSM Saat ini?

"...seharusnya pemerintah tidak berdiam diri saja".

Tajuk Rencana1367 Dilihat

Lembaga Swadaya Masyarakat atau yang biasa disingkat LSM, sebenarnya sangat dibutuhkan kehadirannya sebagai pemicu pertumbuhan dan perkembangan sebuah negara. Di Negara Barat (luar Indonesia.red), LSM juga disebut dengan NGO, singkatan dari Non-Governmental Organization.

 

NGO ini berbeda dengan Organisasi Masyarakat (Ormas) dan Ornop (Organisasi Politik), yakni mereka tidak membutuhkan massa atau anggota yang banyak. Biasanya, setiap NGO sesuai nama atau statuta/ AD ART (Anggaran Dasar – Anggaran Rumah Tangga)-nya memiliki konsentrasi bidang yang spesifik, misalnya bergerak di bidang: lingkungan, ekonomi, kemanusiaan, sosial, politik, hukum dan lain-lain.

 

Dapat diambil contoh; sebuah NGO bernama Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia), diketahui; NGO ini sangat konsentrasi dalam kampanye lingkungan, kelestarian dan sangat menentang illegal minning, illegal logging serta segala tindak tanduk yang merusak lingkungan.

 

Nah, NGO seperti Walhi ini, biasanya disebut sebagai NGO Program, yakni NGO yang berbasiskan program dan memiliki kampanye-kampanye lingkungan serta jejaring yang kuat, mulai dari tingkat remaja, mahasiswa hingga aktivis lingkungan umumnya.

 

Walhi akan dapat bergerak, tentunya memiliki pendukung, kemudian hadirlah NGO Funding. Nah, jenis NGO yang satu ini programnya sangat gencar merangkul donatur yang peduli dengan lingkungan, hukum, sosial dan lain sebagainya.

 

Ketika NGO Funding dirasa sudah mendapatkan dana yang cukup, ia tidak lantas kemudian melakukan program-program sesuai donasi yang sudah didapat, dengan berbagai request programnya itu.

 

NGO ini akan menyalurkan dana kepada NGO Program, sehingga kedua belah pihak NGO ini bersinergi antara distribusi donasi dan menjalankan program sesuai peruntukan donasi tersebut.

 

Walhi adalah salah-satu NGO yang disinyalir mendapatkan dana dari NGO Funding. Sehingga, lembaga tersebut jarang terdengar volunteer atau relawannya yang memeras pejabat, APH (Aparat Penegak Hukum) atau masyarakat umum.

 

Sebab, para volunteer mereka sebelum menjalankan program, diminta terlebih dahulu membuat TOR (Term of Reference) atau Kerangka Acuan Kerja (KAK) terlebih dahulu.

 

Didalam TOR itu, sudah ada RAB (Rencana Anggaran Biaya) yang mungkin ditimbulkan dari program yang akan mereka jalankan. Sehingga, ketika dana sudah cair, karena TOR disetujui oleh pengurusnya, volunteer langsung bergerak.

 

Setelah para volunteer itu menjalan misi programnya, mereka diminta untuk membuat SPJ (Surat Pertanggungjawaban) terkait program yang sudah dijalankan dan pemakaian dana yang sudah dikucurkan.

 

Begitu sangat profesional mereka dalam bekerja dan nyaris tidak pernah berpikir untuk melakukan pemerasan atau intimidasi kepada pihak-pihak target, yang mungkin saja takut dengan kehadiran mereka, karena sesuatu temuan dan lain-lain.

 

Namun, yang menjadi masalah saat ini adalah NGO-NGO yang tidak seperti Walhi tersebut. Karena, pertumbuhan LSM di Indonesia sungguh tidak terbendung. Terkadang, nama-nama LSM tersebut sudah menyerupai nama-nama lembaga APH dan masyarakat pun hampir terkelabui, malah sulit membedakan antara LSM atau APH.

 

Dilapangan, mereka jarang sekali berjalan membuat sebuah TOR. Yang terjadi adalah, mereka mendapat informasi dan berimprovisasi menjalankan misi sesuai naluri saja.

 

Sehingga, ketika temuan yang mereka telusuri itu memiliki peluang ketakutan dari pihak-pihak terkait, maka disanalah sebagian oknum LSM memanfaat situasi dan kondisi, dengan meminta sejumlah uang, agar temuan itu tidak ditindaklanjuti oleh APH, atau diekspos kehadapan publik.

 

Inilah yang terjadi terhadap PT. Wahana Pamuna Limbah Industri (WPLI) di Rangkas Bitung, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Sebuah perusahaan pengolahan limbah, yang pada tahun 2015 lalu pernah dimiliki oleh pihak asing.

 

Baca> Tindakan Oknum LSM Peras PT. WPLI di Serang dapat Merusak Iklim Bisnis di Indonesia

 

Kemudian, kabarnya di tahun itu terjadi demonstrasi terkait adanya masalah lingkungan yang dicurigai dari kegiatan perusahaan itu. Disanalah hadirnya ‘MF’, oknum ketua LSM yang ada disana dan konon kabarnya juga ikut dalam demonstrasi itu.

 

Ia kemudian dapat berhubungan dengan Direksi PT. WPLI, ketika perusahan itu take over kepada pihak lokal atau pribumi, yang merupakan pria asal Cirebon.

 

Karena Direksi PT.  WPLI yang tidak ingin repot, tetap merespon apa-apa saja yang diminta oleh MF. Karena, MF selalu mencecar WPLI terkait masalah lingkungan, yang pernah di demo massa pada tahun itu.

 

Permintaan-permintaan MF selalu dipenuhi, dari mulai nominal Rp. 100Juta, hingga Rp. 15Juta tiap bulannya, dan berjalan hingga 20 bulan lamanya. Totalnya, MF berhasil menggondol uang dari perusahaan itu sebanyak Rp. 400Juta kurang lebih.

 

Tidak sampai disana saja, MF terus merongrong pihak perusahaan itu. Hingga akhirnya, ia memberanikan meminta 3 unit mobil, laptop, i-phone dan beberapa bentuk barang lainnya, dengan dalih akan menjalankan sebuah koperasi.

 

Sebelumnya, pihak PT. WPLI pernah men-support program MF, yang juga berbentuk koperasi. Support itu tentunya dalam bentuk pembiayaan. Tetapi, program dan usaha itu, juga tidak berjalan sebagaimana mestinya dan pembiayaan itu hilang entah kemana rimbanya.

 

Maka, karena permintaan MF sudah sangat keterlaluan dan ketika dijumlahkan menjadi cukup besar, akhirnya pihak PT. WPLI melaporkan MF kepada APH dengan tuduhan perbuatan pemerasan. MF pun ditangkap dan publik akhirnya terkejut, serta beberapa pihak terkesima dengan perbuatan MF.

 

Apa yang dilakukan oleh MF, adalah sebagian kecil dari ‘wajah’ LSM atau NGO saat ini di Indonesia. Karena, kuncinya adalah kebanyakan NGO saat ini tidak memiliki back up NGO Funding yang mumpuni mendukung program-program mereka dan tidak ada pula edukasi untuk hal itu.

 

Dalam masalah ini, seharusnya pemerintah tidak berdiam diri saja. Sebab, LSM dapat diberikan pembinaan dan keterampilan dalam menjalankan programnya, yang dapat menguntungkan bangsa dan negara ini.

 

Dilini pemerintahan, beberapa kementerian dapat merangkul LSM-LSM yang ada saat ini, yakni: Kementrian Hukum dan HAM RI, Kementrian Sosial RI, Kementrian Dalam Negeri RI dan lain-lain.

 

Sehingga, dengan merangkul LSM-LSM itu, tidak ada lagi ‘momok’ yang menakutkan dari ‘wajah’ oknum LSM yang serampangan dilapangan. Tapi, jika pembiaran yang malah dilakukan, Indonesia akan terus ribut dengan perbuatan-perbuatan oknum LSM yang tidak terkendali itu.

 

Karena, parahnya; sebagian oknum-oknum LSM itu malah menganggap kegiatan mereka di lembaga adalah sebuah pekerjaan dan menggantungkan sesuap nasi pagi dan petang dari kegiatannya. Wajar saja pikiran mereka akan terarah; “Siapa lagi mangsa, yang harus kita buru?”. (*)


*). Oleh: Rico Adi Utama (Rico AU Militer Post)

Pemimpin Redaksi Persada Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *